Kategori

Saturday, April 30, 2011

Seniman Adalah Penyusun yang Menjadikanya Harus Bisa Berdiri Sebagai Individu yang Esa Dengan Berusaha Mengkondisikan Dirinya pada Titik Kejujuran akan Sebagaimana Dirinya yang Lalu dengan Sadar Menempatkan Dirinya Sebagai Penyusun Semesta dengan Kesubyektivitasanya yang Angkuh dan Tegas hingga Berbeda Nyata

          Seni dalam bahasa Sanskerta disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistic. Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa.
          Dari sana saya memandang seni adalah murni buah karya pribadi yang abstrak dan outentik. Hal ini meletakan esensi seni sebagai buah karya perwujudan kesubyektivitasan yang coba diekspresikan sesorang mengenai obyek realita yang dialami seseorang. Manusia hidup dalam symbol, yang menyebabkan dunia ini penuh dengan subyektivitas. Semua bentuk komunikasi antar manusia dalah subyektif. Bahkan, sains yang merupakan ilmu pasti pun tetap saja subyektif. Sains baru bisa dibilang objektif bila mengikuti perjanjian yang berlaku secara internasional. Kesubyektifan seringkali menjerumuskan manusia dalam kesalahpahaman atau mungkin ketidaktepatan penilaian, perbedaan persepsi, atau apalah namanya. Apalagi mengenai hal-hal yang tidak ada perjanjiannya alias hal-hal non sains. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan pengartian symbol oleh individu yang satu dengan yang lain. Intinya, kedua individu tersebut memiliki pengertian yang berbeda terhadap hal yang dibicarakan walaupun obyek yang dituju adalah sama persis.
          Dengan begitu esensi seni menurut saya harus menjadi suatu bentuk ekspresi yang tunggal. Setiap individu harus dengan jelas – jelas berbeda nyata. Seni adalah esa. Seni harus menempatkan dirinya sebagai pembeda antar individu. Dengan kata lain cara pandang dan ekspresi seni individulah yang membuat individu ini berbeda atau esa. Orang awam biasa menyebut kata “selera”, “kegemaran”, “ciri khas” dan lain sebagainya untuk memberi symbol pada suatu individu lain (obyek subyektivitas). Dengan kata lain individu obyek mendapatkan pengakuan keberadaanya dari individu subyek karena seni otentik yang diekspresikan individu obyek pada apa dan dimana saja. Maka dari itu baik penulis, sastrawan, penyair ataupun filsuf mendapatkan dan menempatkan kebersenianya karena ke-esa-anya dalam ber-seni seutuhnya.
         Dari sana secara esensi yang sehakikinya menempatkan seni sebagai rumah, sebagai jati diri dan akhirnya sebagai diri itu sendiri yang seutuhnya. Saya memandang bahwa semesta bagi seniman adalah diri pribadinya yang menyeluruh dan sejujur – jujurnya yang menjadi setitik warna bagi kehidupan yang warna – warni di atasnya. Seniman adalah penyusun yang menjadikanya harus bisa berdiri sebagai individu yang esa dengan berusaha mengkondisikan dirinya pada titik kejujuran akan sebagaimana dirinya yang lalu dengan sadar menempatkan dirinya sebagai penyusun semesta dengan kesubyektivitasanya yang angkuh dan tegas hingga berbeda nyata.


oleh : Bhara Martilla Rully Ardian, seorang rakyat.

No comments:

Post a Comment

Yang rajin ditengok rakyat syair :

Tulisan