Kategori

Sunday, May 8, 2011

!, Jadi deras

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Bersegi, di semua sudut mendimensi,
mengajari sinergi sepi yang rapi,

berhitam, di segala pandang melegam,
menghantam jeram jeram merunyam,

dan segala yang warna warni tiba tiba menemaram,
di dua belas garis yang mencipta delapan sudut,
segalanya berangsur menghitam,

putih bening menerobos lubang lubang angin,
jadi abu abu yang merubah gebu menjadi ngilu,

angin angin naik melalui sepoi,
hantarkan nisbi melalui pori,
empat menit sebelum gerimis mengalirkan sebutir amis,

di sini,
di maksud maksud yang lantas menjadi lekas,
lalu menjadi berlalu,
jadi deru,
yang laju dan laju lalu layu,
diketidakmampuan,
diketidakberpihakan,

dan mataku ke atas,
jadi deras.

Thursday, May 5, 2011

Tentang pernikahan

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Kemis, November 18, 2010 jam 6:49pm

Aku cium wangi mayatmu dari bak sampah di ujung gang. Lalu aku suruh orang mendandanimu supaya cantik. Kemarin di tepat jam 12 sing, langit mendung menahan tangis. Aku dan dirimu bersanding di kursi pelaminan. Tendanya berwarna biru seperti pintamu dulu. Keras lagu campursari menerjang telingaku. Satu jam setelah menikah. Setelah aku berpikir keras karna pengakuanmu setelah penghulu mengucap sah!. Aku meninggalkanmu, karna kecewa dan malu. Maafkan karna prinsip bagiku Tuhan.

Mari terjunkan!

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Jumat, November 19, 2010 jam 5:00pm

pada sepoi angin lirih pembawa semuanya; tampar wajahku segera
lalu pada hujan pembersih luka; tenggelamkan kepalaku sementara
pada utara yang membuatku tahu tenggara; binasa segala tipudaya
gunung menuju relung
langit menuju laut
gandeng tanganku; kita terjun bebas dari ketinggian di ujung sana
menuju rumah

17

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kaktus depan rumah tiba tiba nangis sampai tersedak sedak, kaktus ngajak saya mabok, katanya mau curhat masalah cintanya sama kamboja. Alamak, saya butuh bantuan kucing garong dan buaya darat. Saya ragu kaktus ini pria sejati karena dia suka Gibran.

16

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Adany bom&teror membuktikan kisah asmara beberapa rakyat kita bergejolak&tak tahu arah.Pelaku bom cnderung kuper&tak melek cinta,asmaranya suram.Mreka putus asa hingga skeptis krena tak mampu memikat wanita sehingga begitu ceria ktika dijanjikan bidadari cantik macam Miyabi di surga.Mungkin mreka ngiler ingin sgera trisum atau gangbang.Oh iya saya ingetin,di surga kita tdak dikasih nafsu.Masturbasi saja,jngan ngebom.

Malam pada malam

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Saturday, November 20, 2010 jam 1:20am

raga merebah
lalu sepi menghantarkan pikir pikir
membentuk tabir
lalu iklas menidurkan gelap
sampai lelap
tanpa tanya
hanya malam seperti biasa
disaat rasa dan pikir berdebat hebat
hujat menghujat
sebelum mata mata
tertutup oleh mantra
ketika mimpi berkata; lupakan saja.

Nanti kau boleh melukis ikan di langit!

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Saturday, November 20, 2010 jam 6:52pm

pada tanah berilah tanam tanaman
pada udara ceritakan angin
pada langit sertakan bulan
ketahuilah: tahu posisi adalah kearifan
dan nanti ketika bijak bertemu bijak
ngerti ketemu ngerti
paham ketemu paham
kau boleh menggambar ikan di atas langit
lalu kau juga boleh bercerita sesukamu
semaumu
asal pada titik menjadi manusia itu batasmu
terserah apa namamu
tak peduli aku sebutan padamu.

Tentang cara dan rasa; pria tetaplah pria

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Saturday, November 20, 2010 jam 2:50am

Pada penolakan: diam, memaksa pikir meminta, dalam hati mengemis, tapi mulut dan mimik adalah keangkuhan. Maka tawa tertawa dengan segala kebohongan. Mengangkat wajah diatas hati yang ngilu. Tentang cara, tentang rasa; pria tetaplah pria.

Gambar diriku aku tak mampu

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Saturday, November 20, 2010 jam 8:30pm

Tentang indah yang selalu kewanitaan
lalu bijak yang selalu keibuan
perkasa yang selalu kelelakian
jantan yang selalu kepriawanan
tlaten yang selalu kemamakan
nriman yang selalu kewongcilikan
tentang apapun yang selalu pada keapapunan
padanya gambar gambar tergambar
padanya cap cap tertancap
lalu aku ambil buku gambar
aku lukis diriku menjadi yang demikian demikian
oh berapa ribu
oh berapa ribu
kubutuhkan untuk mengenal diriku
ah tak mampu
apalagi menggambarmu Kekasihku
ah apalagi yang harus kusangsikan akanMu
tak ada
tak ada
sungguh tak ada.

Aku ganti yang tergantikan!

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Senèn, November 22, 2010 jam 3:48am

Menjilat rahim istriku
pada lima ribu
hilang tanpa aku tahu
maka aku bilang : lupakan!,
pada esok aku selipkan
beribu cara cara
yang tersebut rencana
bayi bayi tak menahu raga
pada lima ribu
aku ganti yang tergantikan : rasa!

Dalam tidur tiada sedikitpun kuasaku

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Sunday, November 21, 2010 jam 5:05am

di tidurku tak pernah ada kau
di mimpiku tak kuinginkan ada kau
tampar wajahku bila kau dengar aku merayu dengan itu
kau tahu segalaku?,
pada tidur tiada sedikitpun kuasaku.

Tentang yang bikin penasaran

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Sunday, November 21, 2010 jam 4:23am

Pada diam: senyuman!

Bikin sajak cinta ahhh

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Sunday, November 21, 2010 jam 4:07am

Lukiskan rasa; indahkan dengan apa saja!

Tentang ahh, cek dan tidak.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Sunday, November 21, 2010 jam 3:59am

Segala penjelasan; menimbulkan jutaan pertanyaan

Segala pertanyaan; menhgasilkan satu penjelasan
tentang keangkuhan; perbedaan

selalu ahh
pasti cek
dan menolak tidak.

matahari selalu terbit dari timur di kepalamu

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Selasa, November 23, 2010 jam 4:56pm

Bau kutang mamakmu tercium diujung jari kakimu. Setidaknya gincu menandai itu. Oh rangkaian tari tarian di makam pangeran Samudra, mengajak nafsu mencumbu malaikat palsu. Pada laku laku belagu. Jika nestapa menari nari merayau pada segala yang tabu. Oh aduhai siapa kau punya guru, hingga tak tahu perdu perdu. Lalu rambu rambu. Matahari terbit selamanya dari timur di kepalamu.

Dan menerka sama saja tertipu daya.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Selasa, November 30, 2010 jam 4:50pm

Pada lima mata
aku kedipkan kesemuanya
untuk tiga langkah ke depan
pikir pikir menjadi terdepan
setiap kejadian
lima mata
dan tiga langkah pikir membuka
untuk nafsu sok tahu
aku tegaskan: belum tentu!
untuk nafsu tahu
aku tegaskan: jangan tertipu!
di atas cerita
aktor aktor hanya boneka
siapa sutradara
oh aduhai produser berjaya
dan menerka?
sama saja tertipu daya.

Entahlah.nyerah!

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Kemis, December 2, 2010 jam 1:29am

letih, lelah
nyerah!
tak kutemui inginku
sebuah pulau
ya sebuah pulau
yang tak pernah dijajah
yang tak pernah disinggah
ah lelah
nyerah!
dipenghujung kembaraku
di akhir rinduku
semua rumah
telah terjamah
semua kota
telah dinamai
ah lelah
nyerah!

Ah entahlah siapa salah.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Rèbo, December 8, 2010 jam 2:35am

Aku mengumpat
sekuat kuat
benar benar mengumpat
kuat!
pada pemuda pemuda bejat
mengatasnamakan cinta bersyarat
keparat!
dasar penjilat aurat!
membuat mimpi mimpi terlumat!

15

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kaktus yang hidup di pot di teras depan rumah saya terlalu mengidolakan Gibran, saya sering kelimpungan mendengar ucapan ucapanya. Saya rasa kaktus itu perlu mencoba gaya menyetir seperti sopir metromini dan berpenampilan ala personil AC/DC sewaktu muda. Saya juga curiga kaktus kurang mendengar lagu lagu dangdut koplo yang erotis dan misterius. Kasihan.

13

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Rambut harus merdeka, biar saja dia memanjang dan bergerak riang. Saya gondrong karena demokratis. Rambut saya merdeka. Indah bukan?
Sekali lagi rambut harus merdeka, kemerdekaan rambut ditandai dengan tidak dilanggarnya hak asasi rambut untuk memanjang dengan gembira.

14

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Orientasi kepandain selalu dikaitkan dngan pendidikan yg ditempuh di sekolahan. Kurikulum yg digunakan pun cenderung membuat pelajar disamakan menurut batas tertentu. Sekolah menjadi kurang menarik yg mengakibatkan tingkat pembolos naik drastis. Pelajar yg dapat nilai baik harus nurut sama ilmu gurunya, pemberontak yg jenius selalu dapat nilai jelek. Tidak asik. Anyway selamat hari pendidikan nasional.

12

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Saya makan ikan asin juga bisa menyelesaikan soal itu, tak harus salmon. Jangan takut, ikan asin tetap lebih cihuy!! Hidup ikan asin.

11

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Bukan masalah kehebatan para pencuci otak dalam teknis atau sepiritual yang mampu mencuci otak rakyat, tapi memang karena kekurang kerenan rakyat yang dengan sadar atau tidak sadar membiarkan otaknya tercuci. Saya sarankan belajar jadi keren. Atau kalau kurang manjur jadi alien saja biar tidak bingung mencari surga.

10

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Rakyat bercinta dimana saja, disemak semak, dikali kali, dimana saja. Rakyat haus cinta seperti penyair,bercinta 3 kali sehari. Lewat sms, lewat telepon, email, kontak batin dan kontak raga. Total dalam sebulan rakyat bercinta 102 kali (asumsi tiap hari minggu rakyat gila hasrat hingga 2 kali lipat bercinta dari hari biasa). Fantastis!,rakyat kita bergairah, saya sangsi rakyat kita prustasi dan menjadi bom bunuh diri.

9

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Penyair gila adalah penyair yang menolak 5 buah penerbit karena alasan tidak mau jadi sombong akibat terkenal. Sebulan kemudian penyair itu kelaparan dan mati tragis. Sajak sajaknya dijual editor. Hantu penyair marah marah dan bangkit dari kubur dan lalu hidup menjadi sastrawan yang berduit.

8

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Gembong narkoba sudah, gembong teroris sudah, gembong penjahat ham sudah, selanjutnya gembong erotis. Ayo amerika, cari figur tepatnya. Perang karena alasan erotis lebih menarik. Setidaknya DPO nya cantik dan cakap berbodi erotis dan bikin tentara ngiler untuk mengintai. Selamat berperang amerika, saya mendukung anda.

7

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Pagi pagi rakyat perlu senam SKJ. Agar sehat serasa nikmat. Tubuh indah dan kuat. Selamat senam SKJ bagi yang menunaikan.

6

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kemerdekaan rumput liar di teras rumah adalah ketika dia bebas tumbuh lebat. Pemilik rumah yang memangkas rumput itu sama dengan kelakuan pemimpin. Rakyat yang terlalu merdeka perlu di pangkas agar tidak tumbuh ke atas hingga merusak pandangan mata. Pemilik rumah adalah rakyat dan rumput adalah rakyat pemilik rumah, selebihnya dari itu alien kalau tidak tuyul.

4

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Semoga tidak ada serangan vampire China yang mewabah di negeri ini. Pemerintah pasti kelimpungan mencari air seni perjaka. Saya takut terjadi impor air seni jejaka yang besar sehingga mengakibatkan invlasi dan melemahnya rupiah. Hancur negri ini.

5

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Pribumi biasa berak di kali, jangan rusak budaya kita dengan membangun toilet umum. Toilet umum terlalu kapitalis dan merusak culture moyang kita. Save our berak di kali.

3

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Membuat diri bahagia itu mudah, tapi membuat raga bahagia itu sulit. Segala yang membuat diri bahagia cenderung membuat tubuh tersiksa demi sebuah rasa nikmat yang tidak jelas. Save our body dengan tidur. Saya kampanye demi tubuh. Hidup tubuh!!. Hidup tidur!!.

2

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Panu dan kulit saling mencintai. Walaupun kisah mereka selalu ditolak yang punya kulit karena alasan malu dan gengsi. Kisah cinta mereka seperti romeo dan juliet. Mesra dan tak peka jaman. Suci dan tulus setengah mati. Kisah akhirnya kulit iritasi hingga mati suri akibat minum obat racun. Sedang panu mati. Mereka berpisah akibat kejamnya dunia. Tragis. William Shakespeare dan Gibran terilhami kisah ini. Fantastis.

1

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kehidupan selalu berbentuk narasi dan bukan deskripsi karena adanya tindak tanduk dan aksi yang tidak menjadikanya statis melainkan bersifat dinamis yang menjadikan rangkaian kisah yang hidup. Hubungan tindak tanduk yang logis akan membentuk suatu kausalitas sbagai hukum sebab akibat yang membentuk arus gerak yang brsinambung spanjang waktu. Jangan percaya kejutan karena terbukti kehidupan sangat tratur. Ayo bangun darr mimpi. Selamat malam, mau kopi?

Kunamakan saja

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kunamakan itu ketidaktahuan,
yang datang disaat akal tak kuat berjalan,

kunamakan itu keadilan,
yang memberi rasa imbang berjalan,

kunamakan itu keangkuhan,
yang membuat hati sekeras otak.

Ketika

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Ketika kami menjadi kita
lalu kita menjadi aku
maka semua menjadi sesepi emosi
saatnya aku menuju Dia
lalu sesal sesal jadi pikir
maka memahami aku menjadi kita
lalu kami,
lagi.

Manusia sejati adalah penyair

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Teman penyair adalah sepi. Sepi merupakan kanvas yang indah bagi akal dan rasio yang merupakan media ampuh bagi tumbuh kembang sinergi pertanyaan dan jawaban akan segala. Sepi adalah ruang. Menyendiri dan diam sejenak adalah cikal bakal puisi dan keberpuisian yang berujung lahirnya ilmu. Sepi adalah sebuah ruang peristirahatan dari masalah duniawi yang dalam ruang itu tersedia waktu bagi akal untuk menyimpulkan segalanya. Dari ramai puisi terekam dan pada sepi puisi lahir.
Penyair mati karya bila sepi terlalu mahal. Akal demonstrasi ketika sepi dilarang. Sepi dan penyair bagai Romeo dan Juliet. Harus mesra. Sepi semacam ruang kamar dari rumah masa kecil yang selalu membuat penyair rindu pada suasananya. Keberpikiran membutuhkan rahim sepi untuk menumbuhkan embrio kenyataan ramai yang akhirnya terlahir sebagai bentuk bentuk ekspresi penyimpulan. Saya menyebut ini puisi. Sebuah produk kata yang terangkai melalui media apa saja. Sekali lagi penyair harus mesra dengan sepi. Harus.
Kenyataan bahwa sepi itu tidak berguna bagi manusia modern dan cenderung menakutkan malah akan membuat manusia menjadi budak teori. Manusia menjadi robot yang digerakan sosok idola. Manusia harus jadi penyair. Harus. Cara menjadi penyair adalah hanya dengan bijak menyediakan waktu untuk sepi hadir yang dengan sendirinya berpuisi. Menyimpulkan keabstrakan dalam untaian kalimat aneh yang mampu menyimpulkan jawaban dari segala. Pendek kata manusia butuh sepi dan harus mesra dengan sepi untuk menjadi penyair. Untuk menjadi manusia yang hakiki itu sendiri.
Manusia sejati adalah penyair. Segala yang abstrak tergambar dari kesimpulan pribadi manusia adalah puisi. Karena masalah realita memerlukan kesimpulan sebagai jawaban pribadi maka hasil dari kesimpulan ini adalah abstrak. Dan ini disebut puisi. Maka setiap manusia berpikir adalah penyair. Manusia berpikir selalu membutuhkan sepi. Penyair adalah manusia produk sepi yang berakal. Harus mesra. Harus.

MANUSIA AKULAH

MANUSIA AKULAH

Dingin menusuk pergelangan antar celah otakku, aku masih belum bosan di buatnya menari-nari di atas semua yang sudah biasa terjadi dan aku terlihat pasrah, atau bahkan koma untuk sekedar keluar dari jerat lamunanku, aku sekarat. Semua tampak sama di pikiranku, bumbu-bumbu fatamorgana yang berbunga-bunga. Membuatku nyaman di atas perasaan bingung, perasaan terbuang, di antara semua alasan yang sebenaarnya entah benar atau hanya sekedar sesuatu yang terabaikan. Aku tersesat oleh lamunanku yang seolah membelengguku di penjaranya yang aku ciptakan sendiri, sendiri dan aku tak tau jalan keluar, aneh. Kilatan-kilatan kebencian dan penyesalan seolah-olah ingin segera menerkamku, seperti hidangan kuliner yang menunggu untuk disantap. Akankah aku harus berlari dari omong kosong yang telah aku ciptakan sendiri?, atau aku harus diam?, melawan?, aku mereka-rekanya sendiri dan malah membuatnya semakin rumit saja.
Pagi ini di otakku dan entah waktu apa di kehidupan nyata, aku mencoba bangkit, bersemangat, mencoba memulai memrogram ulang perdebatan-perdebatan yang menyiksa otakku. Sekarang waktunya gencatan senjata, dan mengakhiri kekacauan-kekacauan yang mungkin akan aku ciptakan sendiri. Aku bersemangat memulainya walau jujur aku takut.
Selamat datang aku ucapkan padamu, malaikat penyelamat yang aku ciptakan sendiri, aku tak sengaja menciptakanmu di tengah semua ini. Aku mencoba mulai berbicara denganmu seperti para penjajah-penjajh portugis yang belajar berbicara dengan pribumi-pribumi bodoh. “Hai, apa kabar??”, aku berusaha menyapa. Dia hanya diam, seakan–akan tak menganggap keberadaanku, aku jadi bingung. “Hei!!!!!!!”, aku menegur lebih keras, dia tak menjawab, hanya memelototkan matanya ke arahku, semakin membuatku bingung, dasar aneh.
Perasaanku semakin aneh, tak terkendali, dan entah apa ini?. Aku mencoba menerka, bersepekulasi, tapi tetap saja. Tak ada jawaban. Sepertinya ini bukan teori penjumlahan atau bahkan perkalian yang dengan mudah dipecahkan hanya dengan menggerakan jari pada kalkulator. Tidak ini lebih rumit dari teori atom atau bahkan nuklir sekalipun. Terlihat seperti abstrak dan tak terjawab, tapi harus ditemukan, seperti professor bidang teori hidup di dunia lamunanku, kerajaan khayalanku.
Analisis, itulah langkah pertama yang biasa digunakan orang normal untuk memecahkan masalah. Kucoba menganalisa, dan hasilnya adalah klasik. sebuah jawaban yang berakhir tanya. Aku begitu terbelenggu dengan semua ini, aku terlalu silau oleh cahaya penyesalan yang menghinggapiku, bagai sebuah candu yang mendoktrinku. Kekacauan begitu melekat di hatiku, membentuk bulatan besar di hatiku.
Aku coba tegar tekatku, kubulatkan semangatku yang mengapi bagai rona merah yang menyilaukan mataku. Aku coba berjalan tertatih memecahkan ini semua, mencoba menerka segala kemungkinan yang mungkin terlewatkan olehku. Mataku suram oleh ribuan atau bahkan jutaan gang-gang kebencian dan pertanyaan-pertanyaan yang belum pernah kulihat sebelumnya, sebuah karya otak-otak penuh tanya. Tapi aneh, ini semua seperti dejavu kejadian yang coba kupaksakan, begitu angkuh untuk ukuran ilmu dan terlalu indah untuk ukuran teori-teori pesolek yang penuh kebohongan. Aku masih bertanya dalam hati sembari terus berusaha untuk dapat memecahkan bahasa dan tindakan apa yang mampu membuat malaikat penyelamatku menghiraukanku. “Hei!!”, aku terus mencoba menyapa, tapi seolah dia tak mendengar ataupun memang begitu, selalu bisu. Memang benar hidup ini bisu aku bilang, sepi untuk sebuah kata yang disebut hidup. Ah lupakan malaikatku, dia benci aku pikir, atau muak malah mendengar penjelasnku, mungkin. Setelah analisa gagal lalu apa yang harus kuperbuat? Diam?, bisa gila saya. Atau lebaih baik saya coba berbicara dengan angan-angan saya, dari pada mengikuti pendapat-pendapat korban sodomi ilmu-ilmu palsu karya professor yang tak jelas, banyak sih, tapi aku tak percaya. Terlalu bodoh menurutku. Akhirnya aku putuskan berjalan saja, ikuti jalan yang jelas.
Babak baru yang segera kurengguh, hanya untuk mengisi kekosongan hati yang tak harus terisi. Aku coba berspekulasi, memainkan imajinasiku seolah ini nyata bagiku. Aku coba menari sendiri di tengah keagungan dunia yang coba aku ciptakan, membentuk jutaan solusi-solusi yang terlampau mencengangkan, dahsiat!. Apakah ini sebuah teori revolusioner baru teriakku, memekik!!. Atau hanya sebuah karya biadab dan hanya ditertawakan?, biarkan masyarakat-masyarakat yang maha madani yang menjawab, saya lelah. Kita lihat saja, perawan atau janda yang baik, pilihan atau sekedar jawaban yang terbaik, saya tak tau, aku pun tidak paham.
Hahaha…, Anda tentu tercengang, tebak apa makhluk yang coba datang??? Setan!!!, hahaha…., saya tertawa, aku terbahak!!!. Malaikat saja tak menggubris, apa lagi setan. Lalu kenapa dia hadir, datang, menyapa??. Akh…, dasar setan. Tak cukupkah dia dikutuk oleh orang-orang beradab dan macam-macam Tuhan yang mereka banggakan, mereka sembah-sembah, seperti babu saja!, umat kok mbabu!!, memalukan. Sudah sini saja setan, biar kupeluk kau, dari pada dihujat sana-sini, kasian saya, aku melas melihatnya, malu!. Biar disini saja, kita sama-sama terhina, terabaikan. Biarlah waktu yang menunjukkan apa kita salah, apa ayam-ayam di kandang bapak-bapak terhormat itu yang benar, atau domba-domba orang-orang tua itu yang terlampau benar, biarlah. Hujatan itu biasa bagi kita, makhluk-makhluk yang menurut anggapan mereka sampah, tak pantas benar!. Lelah!.
Ayo kita demo setan, ajak teman-teman kamu kalau kamu punya, karena saya tak punya, apalagi aku. Hah.., kamu juga tak punya??? Anakmu kemana setan?? Tak punya?, kalau istrimu aku tak yakin, manusia perempuan saja tak banyak yang menurut, apalagi setan-setan betina yang emansipasinya sudah lebih dari tak terkendali!. Ah.., sudahlah kita berdua saja, masak takut, cacing saja berani melawan mereka, malu dong kalau kita hanya diam. Hahaha aku mengelabuhinya.
Akulah manusia, malaikat kukibuli, dan setan??. Ahhhh kukibuli juga. Aku tertawa sekali lagi. Lebih keras. Keras!!. Tuhan??, dan Tuhan??. Hahahahaha aku tak tahu bahwa dia hadir di diriku. Betapa tidak?, akupun mampu mengelabuhi diriku. Nuraniku. Yang bahkan Tuhan pun tak mampu. Lalu aku terbangun, menjadi diriku sebelum entah kapan lagi aku menyapa hal ini kembali. Menjadi manusia. Lagi.

Malang 23 Oktober 2007.

Mayat Tak Terbaca

Mayat Tak Terbaca

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Matahari mulai menabrak pegunungan dan lambat laun mulai hilang kalah dengan gelap kedap kesunyian malam. Aminah tertatih menghadapi terpaan hidup yang kian sayu. Ia hanya berbaring di atas pembaringan kayu jati yang telah termakan usia, di sampingnya itu diam tanpa suara rumpun keluarganya. Mereka sudah pasrah, tak tahu dan terus membisu.

Disekeliling pembaringan itu keluarga Aminah terus menancapkan mata mereka ke arah yang sama, keseluruhanya tidak beda sebuah lingkaran dimana Aminah sebagai sumbu. Mereka semua masih bermata redup. Kelelahan semalam suntuk menjaga dan memenuhi keinginan Aminah belum hilang dalam masa sesingkat itu.

Di sudut ruangan mata yang kemerah-merahan mulai meneteskan setitik air mata. Mata itu milik Siti, ibu dari Aminah. Ia terus menerus terbenam dalam kesunyian dan keputus asa'an. Terus merasakan penderitaan yang menyesakan sukma.

Tapi dia tak habis pikir, mengapa Tuhan yang kata orang-orang hidup di dunia yang penuh kepalsuan ini Maha Adil, Maha Bijaksana dan entah masih banyak Maha-Maha yang lain, tega memberikan cobaan yang teramat kelam.

"Oh Tuhanku, aku ini hidup hanya dengan satu anak. Anak itupun aku dapat dari suamiku yang telah termakan tanah, tidakah Kau kasian kepadaku?. Mengapa Kau cobai hambamu seberat ini?"

"Oh anaku Aminah, sadarlah!. Mengapa harus kau yang menanggung anaku??".

Ibu itu mencoba terus berdoa, walaupun ia sudah terlampau benci kepada Sang Pencipta.

Sudah dua minggu ini berlalu, Aminah tetap diam tergolek, ia masih tak sadar. Sampai dibawa ke rumah sakit seminggu yang lalupun pastilah Aminah tak tahu. Memang karna sudah tak sanggup diobati dirumah, ibu dan keluarga Aminah merawatinya di rumah sakit yang paling ternama.

"Tidakah kau tahu Siti! Ini rumah sakit paling ternama. Sudah jutaan orang sakit parah terobati di sini!", ucap tetangga Siti yang memang sudah punya bawaan sok tahu walaupun banyak yang mengakui dia bodoh.

Tapi mungkin hanya kebodohanlah yang membuat Siti yakin anaknya tertolong. Memang semua orang sudah pasrah, mereka tahu itu semua sudah tak mungkin.

Dokter sudah menolak merawat Aminah, keluarganyapun sudah pasrah dan bingung, juga kasihan.

Siti tetap bersikukuh, "Aminah dapat selamat!! Aminah dapat selamat!!", sambil bersungut sungut Siti berteriak menggerutu.

Hari-hari Siti mulai kacau. Ia sudah gila rupanya, bahkan orang gilapun tahu itu semua gila. Siti hanya bermimpi. Ia merasa ia Tuhan barangkali, dengan satu gerakan, bahkan tanpa gerakan bisa melakukan sesuatu.

Semua orang bahkan semua hal mengejek dan mencela Siti. Mereka menggerutu, batinya tergolek, terkoyak-koyak tak berwujud, tak berupa. Mereka bingung, mungkinkah ini fenomena, tapi mungkin ini lebih mirip kepalsuan, kediktatoran, menggurui, kesoktahuan, kesomboongan dan kemulukan hidup. Mereka tak percaya kasih sayang, tak percaya cinta. Mereka hanya tahu satu hal. Siti gila, ia gila!!.

Apa tidak gila, ia merawat mayat yang sudah busuk empat hari, ia terus menciumi mayat yang sudah sekarat. Belatungpun sampai tak mau menjilatinya. Mereka jijik, belatungpun jijik. Ayampun jijik.

Mereka dan semua orang boleh berkata Siti bodoh, Siti gila. Tak waras. Tapi mereka juga gila, mereka sampai tak tahu bahwa segolek tubuh sudah menyusul Aminah. Mereka terus menyerca. Sampai tak tahu rumah Siti memancarkan dua sumber bau busuk dari dua mayat. Tapi mereka dari mereka tadipun juga gila. Ia tak tahu bahwa mereka itu tadi telah tergolek menjadi mayat-mayat tak terbaca. Tak mengurusi. Tak tahu urus. Dan mereka dari mereka itupun lagi juga gila. Ia tak tahu banyak orang dari mereka, dari merekanya mereka, dari merekanya mereka itu tadi dan dari merekanya merekanya itu tadi sudah mati. Membusuk. Tak tercium. Tak sadar dan hanya kepalsuan.

Wahai sang kuasa, sebaiknya Engkau tahu umatMu sudah gila. Cepatlah jangan diam saja, berilah mukjizat yang berarti. Ah, jangan! Berilah uang saja supaya umatMu bertambah murka. Tak peduli. Seperti mayat tak terbaca. Terus menari, menari, sampai menjadi mayat.




MALANG 22 SEPTEMBER 2004.

Wednesday, May 4, 2011

Penyair keren harus belajar berkeringat, belajar bau asam.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Karena kelaparan, puisi menjadi terasa pahit.
Dan penyair di ladang bunga terlihat seperti berhala yang lapar darah.
Yang gemar maen sex bebas yang nikmat.
Yang gemar mencumbu wanita yang erotis.
Keindahan tak membuat beras tersedia.
Keindahan tak membuat anak bisa sekolah.
Rakyat lapar suka puisi yang senasib.
Rakyat lapar suka puisi ayam goreng.
Rakyat lapar suka puisi sate kambing.
Penyair keren harus kerja bakti turun lumpur.
Harus gerak nyata dan membaur.
Belajar berkeringat.
Belajar bau asam.
Belajar lapar.

Aku dan dia di dalam blues

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Pria hitam di ujung ruang, melantunkan pedih. Dari rintih, dari apa saja yang berbau perih. Tangan itu naik turun di tiga not gitar yang biasa. Namun syahdu, ngilu. Nada mistis itu mengalun sempoyongan menggetarkan bait - bait lamunan. Seperti berbisikan. Bertautan. Terdengar aneh, terasa tua. Begitu manja. Cinta akan jiwa pada tiap titian nada ini mampu menjerat, memaksa kepala dan sekujur tubuh bergerak lemah. Kelopak mata menutup lama, membuka kanvas akan tanya. Romansa. Riwayat. Kutiup harmonika ini lirih tapi menggelora, sepenuh jiwa. Aku masuk bersama dia. Berdansa. Di jiwa - jiwa ini terpagut irama. Mesra.

Sebuah monolog berbaris,ak menjadi siapa dan siapa menjadi dia,

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Rèbo, December 9, 2009 jam 6:43am


Lima menit yang lalu dia merasa sendiri, sepi terasa disaat aku merasa dia adalah rasa.
Lalu enggan, aku merasa ramai, dia mengiba pekat tertawa bagai aku adalah dia.
Lima menit kemudian dia menjadi perih oleh aku yang melantang menjadi yang pernah mesra, ingatan lalu.
Dia bertanya, mengusik gaung gaung lama tentangku, impianya, dan estetika diam menurut kesendirianya.
Lama aku menjadi asap disaat dia menyala, mungkin lima menit atau lima taun.
Aku bertanya pada dia yang mengaku aku, apa kamu tahu tuah-tuah kuno tentang isme-isme perasa yang tersirat??, tentang cahaya, tentang api yang menggurat, tentang biru yg damai, apa dia ingat? ap aku ingat?
Lima detik yang lalu aku tertawa, dan sekarang menangis lantang karena sepi merancu dia, mencerewet panjang menyerupai dogmanya, aku lari menjadi dia,
aku lari menjadi dia, membelalak ke arah kaki yang semu, yang bias, yang ambigu.
Aku menjadi dia, dia menjadi nya, nya menjadi aku.
Melatah tapi membeda, atau terbedakan,
oleh aku, dia, atau dirinya..

Pembaharuan : lama

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Pembaharuan : lama
Jumat, December 25, 2009 jam 8:54pm

Ada baru dan ada lama.
Karena baru adalah kemenangan yang mengalahkan lama, dan lama adalah kekalahan sejenak yang lelap dan menunggu dorman bangkit mengkudeta yg baru.
Buat mereka yang selalu menuntut pembaruan mungkin adalah kuat, sebuah gejolak hebat.
Lalu tidak kah anda berpikir, bahwa tuntutan pembaharuan anda hanyalah sebuah romansa lama yang coba anda bangkitkan kembali dengan melantang, menjadi pahlawan dengan menghujat.
Dan bagi anda yang terjebak mimpi lama, yang menginjak pedal rem untuk suatu perubahan, yang meminoritas untuk mendapat suatu pengakuan.
Bukankah ini semua sama saja??, tak ada yang baru dan tak ada yang lama.

Tanda tanya tanda

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Senèn, December 28, 2009 jam 6:35am

Coba terjemahkan maksud ini, tanpa sinopsis atau bukan prolog yang menggugah.
Coba artikan tanda tanya ini, tanpa perintah dan bukan anjuran yangg menguat.
Coba pahami ini, tanpa kitab atau bukan ajaran yang mengeras.
Coba ketahui ini, tanpa tanya dan bukan penjelasan yang terang.

Ya, mungkin ini adalah keindahan misteri alam. Heran. Sesuatu yangg tak pernah Dijelaskan dan menjadi tanda tanya adalah sebuah keindahan yang menciri khas.
Secara jujur saya tak pernah memahami kejadian saat ini.
Segala intrik dan teka tekinya.
Yang mencengangkan saya pun tak pernah mengerti gamblang segala yang terjadi di masa lalu, apalagi hari esok.

Ah, biarlah. Mungkin itulah keindahan yang tak pernah terjawab. Membuat rasa kangen hebat pada tanda tanya itu. Saya tak akan pernah berusaha menjawab. Biarlah. Inilah indah yang mengagumkan. Atau ketidaktauan adalah ketakutan pada tanda tanya itu dan membiarkanya berlalu seiring tanda tanya tanda tanya yang lain, seperti kita tidur dan berharap mimpi itu nyata atau hilang, mungkin.

Humanis

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Selasa, December 29, 2009 jam 7:21am


mulutku merancu, tentang hal yang tak penting, tentang hari esok yang terlupa, aku menjadi usang, menjadi terlupakan oleh perubahan, menjadi tertinggal oleh kesombongan, sekarang aku diam, mungkin esok akan berperang, menjajah saudaraku seperti kini mereka memeras saudaranya, kemarin aku melantang, entah sekarang ak umati suri, pingsan oleh segala yang pernah peka, oleh semangat nasionalis orang orang kiri, oleh politikus yang menjanjikan rumah baru, oleh ulama yang memberi petuah sabar, merenung aku sendiri, tak ingin menjadi apa, linglung oleh maksud jaman, oleh persaingan sodaramu yang saling tikam, aku disini yang tak pernah melantang untuk mengucap aku cinta bangsa, masih peduli, masih mengiba, masih berpikir, tentang bagaimann saudaraku, tentang bagaimana kelaparan, apa itu ketidak adilan, peduli tai kucing dengan nasionalis yangg mementingkan itu itu saja, mendebatkan yang tak penting, terlalu dalam, terlalu besar,l ihatlah kesekitar, sodaramu mati telanjang, sodaramu sekarat terperkosa jaman, mati memuja uang.

Masa itu,hanya itu: suasana mencengangkan.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
June 27, 2009 jam 11:52am

Di sana, di tempat itu kasihku.
Hanya kau, aku, meja bundar, sepasang kursi it dan cengkrama kita yg mempesona.
Hanya kita dan dunia kita.
Hanya mimpi dan hidup yangg coba kita tata.
Senyummu memecah keras hatiku.
Saat itu diberanda itu.
Kau meniti lamunanku memecah keanggunanmu.
Kau tampak memukau saat itu kasihku.
Dgn ketulusan terpancar dari matamu.
Kejujuran yang tak dibuat buat.
Obrolan sederhana yang selalu kutunggu.
Di beranda itu kasihku.
Kusematkan brjuta harap padamu.
Kulabuhkan beribu keajaiban di pelukmu.
Saat iut kasihku,
hanya kau, aku dan suasana yang selalu ku tunggu.
Selalu kunanti walau hanya harapku.

Aku ingat betul saat itu

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
Jumat, June 26, 2009 jam 11:57pm

Aku ingat betul saat itu.
Dimana kau belai wajahku.
Kau rapikan tatanan rambutku.

Sore itu manisku,
di sebuah tempat yang tak terlalu indah.
Ku terbaring di lamunanmu,
menatap langit sore yang merah.

Hanya dengnamu, berdua...
Waktu seakan berlalu dengan nyamanya,
indah manisku..

Kita bicarakan hal-hal baru,
masalah melancholic,
begitu indah, sinergi yang mencengangkan.

Akan kah kau masih mau manisku,,
membelaiku lagi,
membiarkan ku tidur di pangkuanmu,
membicarakan masalah kita lagi,

Supir Angkot Menggugat

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

supir angkot menggugat

siapa suruh kredit motor seperti jual krupuk!
supir angkot makin meringkuk

siapa suruh harga hape seperti harga acar!
supir angkot kalah sama jemputan pacar

siapa suruh premium dijual ke orang orang kaya!
supir angkot kalah tenar sama kendaraan pribadi

supir angkot menggugat!
berak keringat
makan angin

supir angkot menggugat!
ketiak juragan
himpitan hutang

supir angkot menggugat!
minta hari angkot dijadikan hari nasional

supir angkot menggugat!
minta hari supir dijadikan hari nasional

supir angkot menggugat!
kesetaraan dengan buruh
kesetaraan dengan pekerja

supir angkot menggugat!
minta LSM
minta parpol

Monday, May 2, 2011

berak, kencing, kentut dan mani

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

berak penduduk itu amanah pemimpin
berak bisa memicu bom pemberontakan

kencing penduduk itu amanah pemimpin
kencing bisa memicu bom pergerakan

kentut penduduk itu amanah pemimpin
kentut bisa memicu bom demonstrasi

air mani penduduk itu amanah pemimpin
air mani bisa memicu bom parlawanan


berak pemimpin itu amanah penduduk
berak bisa memicu bom kesenjangan

kencing pemimpin itu amanah penduduk
kencing bisa memicu bom ketidakadialan

kentut pemimpin itu amanah penduduk
kentut bisa memicu bom kemarahan

air mani pemimpin itu amanah penduduk
air mani bisa memicu bom keputus asaan

experted.

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

experted.
Selasa, September 22, 2009 jam 7:37am


bisikan itu masih kucari dari mana.
ratapan itu juga.
lirih mengusik ketenangan.
kebencian itu kadang juga sempat terdengar.
disamping iri dan picik yang tentu sering amat terdengar.
sepanjang usia kalam aku cari muasal.
aku butuh suatu sumber.
aura jelas yang menguatkan bisikan.
ya,manusia memang tak pernah brpikir jernih.
tak pernah mendahulukan baik.
kita terbiasa menafsirkan semua dengan kejelekan.
kebencian tanpa sebab.
menyesal selalu dibelakang.

itulah kenapa menyesal tercipta.
tak ada kesengajaan disini.
karena menyesal murni sebuah persepsi bahasa.
ya,kita manusia terlalu hebat.
berjuta otak yang berpikir kotor.
motorik kita fantastis untuk mendengki.
argumen kita digdaya untuk mencela.
ya,kita manusia.
yang selalu buta oleh maksud baik sesama.
yang selalu pandai menyimpulkan.
menyimpulkan kejelekan.
kita manusia tak bodoh.
kita hanya memanusia.
membaur dengan tatanan pola pikir yang menjerat.
menciptakan neraka ditengah mereka yang peduli pada kita.
menutup mata hati tuk bersama.
ya,kita manusia yang tak pernah memanusiakan perkara.
hingga kita mati bersama persepsi.
melupa, dilupakan dan lingkungan yang membatu dan terlalu dingin.

Jika rakyat bikin puisi

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Kamar saya gelap
mirip kamar aktivis
cat tembok saya usang
mirip pelaku teroris

yang saya tulis benci
yang saya karya tabu
tak ada indah
realitas tak begitu
tak melulu

ruang saya suram
persis ruang makar
kasur saya bau
persis pekerja seks

yang saya tulis tangis
yang saya karya mani
realitas tak begitu
tak melulu

nama saya kecil
nama saya susah
nama saya mlarat
panggil saya rakyat

Puisi itu apa tuan penyair?

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Puisi itu apa tuan penyair?
apa yang tampak dramatis?
untuk apa yang seperti itu tuan?
kehidupan jemu oleh kedramatisan

Puisi itu bagaimana tuan penyair?
apa yang tampak indah?
untuk apa yang seperti itu tuan?
kehidupan bosan dengan keterbuaian

adakah puisi yang mampu mengganjal lapar?
adakah puisi yang mampu membuat kami bergoyang?
adakah?

Rakyat Bercinta

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian


rakyat bercinta di swalayan
pake nafsu, ahh gila nian
remas remas BH
usuk usuk celana dalam

rakyat bercinta di jalan jalan
pake rayuan
belai belai sepeda motor
pijit pijit jok mobil

rakyat udah gila sensasi
pake mau makan gengsi
AC, butik, hotel
semua mewah bikin nafsu birahi

rakyat bercinta di toko hape
pake siulan
gilik gilik hape baru
jilat jilat voucher pulsa

rakyat bercinta di pasar
pake tangisan
damba damba beras
ratap ratap daging ayam

rakyat bercinta di sekolahan
pake jeritan
endus endus buku tulis
rayu rayu uang SPP

rakyat udah gila nurani
sulit mau makan nasi
ikan asin, aking, kolong jembatan
semua kebutuhan bikin nafsu mati

Untuk wanita muda

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Untuk wanita muda
Rèbo, November 17, 2010 jam 10:20pm

Untuk wanita muda,
jangan suka tertipu daya,
pada rasa,
pada kata,
pada semuanya,
jangan melayani,
nanti,
pastikan nanti,
setelah kau tersebut istri,
aku tanya mengapa?,
untuk apa?,
supaya apa?.

Aku Ingin Jadi Buruh

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Aku ingin jadi rakyat yang angkuh
aku ingin jadi manusia yang cuek
aku ingin jadi tetangga
aku ingin jadi sampah

buruh, aku tak takut jadi buruh
kujinjing tas berisi buku sekoalah
tiap pagi
tiap siang
aku tak takut jadi buruh

buruh, aku tak takut jadi buruh
kujinjing tas berisi catatan kuliah
tiap pagi
tiap petang
aku tak takut jadi buruh

tidak, aku tak berharap cemas akan nanti
aku hanya takut mati
tidak, aku tak takut hidup
esok aku jadi buruh
setelah lulus
bergelar anak sekolahan
bergelar anak kuliahan
aku jadi buruh
berijazah
aku bahagia

Hai nona

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Hai nona
Jumat, November 12, 2010 jam 2:54pm

Hai nona,
keluarkan suatu pertanda,
sedikit saja,
semacam getar sinyal sinyal,
supaya memaksamu hadir di khayal,

hai nona,
jangan tersenyum di sebrang sana,
mata mata malu jua,
ah mengandung mantra mantra,
oh tidak tak kuat ak tanpa kacamata,
raut raut menggoda,

hai nona,
andaikata rasa,
suap suap meraba,
pada kata,
susun kususun sembari mendamba,
ah malu,
oh ngilu,

hai nona,
sebatas terpesona,
saja,
lalu berlalu,
menunggu kau kau,
selanjut lanjutnya,
lagi begitu laginya.

Lalu nyanyikan!

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

Lalu nyanyikan!
Rèbo, November 17, 2010 jam 5:06am


Memeram rasa
lalu mata mata asa adalah jiwa jiwa
segala yang jauh
menjauh sejauh angkuh
terkubur dalam
sangat dalam
maka diam
memejam
jika esok adalah rasa
mari berdansa
dekap mendekap
lalu beri harap
jangan harap harap
malam ini relung ku kosongkan
maka dengan kehati hatian
isilah dengan penantian
dengarlah dengan pelan
segala rintih rintihan
lalu nyanyikan
sesukamu
lalu sesukaku
menjadi sesuka kita
bunga bunga rasa
terserah bila itu tersebut cinta

Kekasih?

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian
on Jumat, April 8, 2011 jam 2:40am

Kau boleh mencintaiku, cari aku di kesombonganku, sujudku nanti saja, tunggu aku murahan dulu!. Skarang jauh masih, aku tak mencariMu. Cari saja aku. Kutunggu. Aku tak takut, rayu aku sbagai kekasihMu. Aku tunggu di ketulusanMu. Aku bukan murahan. Tak senggama hanya karna mabuk ganjaranMu. Bila Kau letih, aku tertawa sekali lagi. Silahkan sakit hati. Kutunggu!

Sebuah Romansa Martabat

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian


Sebuah Romansa Martabat
Senèn, February 1, 2010 jam 1:45am

Dan dia bernama Siti Nurbaya, yangg terikat hubungan terlarang dengan Ken Dedes, ah kisah Romeo dan Juliet terlalu tawar, hambar karrna kurang sensasi, lebih dahsyat ini, kisah timur yang terhalang agama dan kaum yg mengaku bragama. Dan dia bernama Si Pitung, tokoh ekstrimis yang terkenal karena membunuh Wali Songo yang Agung, yang menganggap umat yang paling suci dibanding Tan Malaka, lebih kaya dari Suharto si koruptor dan Sukarno si manipulator, romansa ini potret dari agama yang mendoktrin demokrasi ala slavery kepercayaan, tak ada Paus Paulus disini, yang ada hanya seruak mulut mulut tukang becak yang terinjak oleh pantat hinamu, aku menyebut dia Sajhrir, alias Rhoma Irama yang mengaku beragama dengan berpoligami lebih dari 7orang, yang kesemuanya ditiduri, ya aku memanggilnya Mao Dze Dong berkumis Hitler dan berpantat Ulama.

dia mati setelah warteg melambung bak bintang lima,salah siapakah?

oleh : Bhara Martilla Rully Ardian

dia mati setelah warteg melambung bak bintang lima,salah siapakah?
Kemis, February 18, 2010 jam 1:33pm

Dia pagi itu sperti biasa bersujud dan kemudian berikrar entah anda menyebutnya do'a atau harapan, terserah. Dia cium kening lima anaknya,eh enam sama yang masih diperut bininya, tak lupa dia melambai sebelum mlangkah yakin, atau entah anda menyebutnya optimis atau skedar memberi harapan palsu dibuta pagi kala itu. Tak lupa dia melangkah keluar rumah, hebatnya dia melangkah kaki kanan terlebih dahulu, hebat!!, entah apa anda menyebutnya, kebetulan atau direncanakan, tak usah disoal, dia bukan anda, langkahnya hanya warna hitam ditengah jelaga, tragis. Benaknya terus berpikir hebat pagi itu, celakanya dia tak punya arah, setelah PHK mencekik lehernya, ah dia hanya buruh, siapa dia bisa mengusik anda,cukup tebar pesona dan berakting cengeng selesailah sudah, dia hanya debu,menyesakkan memang jika banyak,ah tapi sekali tiup oleh otot otot penjagamu mampuslah dia, atau tak usah diapa apain juga paling mati sendiri dia mencekik lehernya. Dia terduduk dipinggir jalan, mempermainkan pikirnya,melamunkan asanya, ya beginilah nasib pemimpi, lahir jadi mimpi,tak pejam maka tak ada hidup. Perkenalkan dia adalah Sobirin, seorang pensiunan buruh oleh selembar kertas pecat, anaknya lima,jarak umurnya berdekatan sperti kisah tragis biasa bagi wong cilik, marah dengan negara dan melanggar sistem KB mungkin, haha itu pendapat saya, istrinya satu, Leha namanya, yang cuma bisa bunting, nangis, nyusuin, nangis, nyuci, tapi kebanyakan nangis dia ahlinya, anda sih nakal, semua istri anda suruh memutar otak dengan menaikkan harga kebutuhan hidup seenak udel anda. Cukup perkenalan tentang keluarga Sobirin, kita lanjutkan ceritanya. Setelah mentari muncul dan terang menggantikan gelap, Sobirin kemudian melangkah, dia lepas vantofelnya, kemejanya dia lipat juga, dia dapat ide dari TV buat ikutan jadi demonstran bayaran, mudah pikirnya, cuma modal teriak teriak, sekalian mukulin polisi kalau bisa. Berangkat dia dengan kening diikat tulisan "buruh malang lapar lalu mati group", membawa spanduk dan berteriak, walau kadang dia tak tau apa yang dia teriakkan selain kebencian pada negara. Sial tapi Sobirin, dia ditangkap, duit upah demonya disita, wajah babak belur, dendam membatu semakin keras, apes lah dia. Dengan gontai dia keluar polres berjalan melewati pertokoan sambil berharap mendapat kerja apapun juga, wah bagaimana dengan anda yang duduk di sofa empuk?? enaknya, liat tu Sobirin dewamu menari nari rin, memeras tanah saudaramu. Tak lama Sobirin lama menatap toko elektronik, seperti biasa dilihat dari pagarnya yang maximum security ini toko milik orang china dia bergumam, pantas saja bila kebakaran pada mampus kejebak dia pikir, tatapan matanya mengarah pada TV display yang menyiarkan berita berita nasional. Tarif tol naik, listrik ikut, lalu air, beras, sembako, pecun, bayi, wanita, naik naik naik!!, hanya keadilan dan moral yang turun, berita kelaparan dimana mana, kasus korupsi, pembunuhan, penipuan, pencurian, ah semuanya efek pemanasan ekonomi, global mlaratming!! tapi anda optimis saja, seperti kata anda, percaya rakyat mampu bersaing, kita bangsa besar, mari bersatu untuk maju!, ah tapi saya pikir Sobirin sudah lupa dengan kampanye Anda, mungkin hanya dua potong kaus dan satu bendera parpol anda yang kini dia jadikan pembungkus bantal yang tersisa, ah janji, lagi lagi menguap. Gontai Sobirin berjalan lagi, lalu dia berpikir untuk mencuri atau mencopet, tapi hatinya berontak, dia takut di cap jalang oleh orang pintar di agamanya, lalu dia berusaha melupa. Sesampai di pasar dia kerja serabutan, kuli angkut, tukang bersih sampai mijitin juraganya dia lakukan, hebatnya Sobirin memperoleh 21 ribu, 21 itu angka perek dia membatin, apes benar dia berguman. Sudah magrib, dia branjak pulang. Sesampainya di depan pasar dia ingat anak sulungnya pingin sama nasi campur, seminggu anaknya mimpi untuk bisa memakanya, ah cerita tragis biasa dalam rumah tangga kaum mlarat, kesulitan air tapi anda minum Perier, mandi di kali sekalian beraknya tapi anda berendam di jakuzi, putus sekolah walau anda gembar gembor APBN berpihak pada pendidikan,ahhh… dan masalah lain yang sangat amat sangat sangat banyak. Sesampainya di warteg dia memesan satu porsi pakai lauk telur ayam banyak tepung goreng bungkus sekalian sama nasi dan sayurnya, Sobirin menunggu dengan antusias dan berseri seri membayangkan keceriaan wajah anaknya nanti,sudah lalu dia bertanya, "berapa buk nasinya??", di jawa oleh penjual, "12ribu pak!", sobirin tak menjawab, "12 ribu pak!", Sobirin tak menjawab.

Yang rajin ditengok rakyat syair :