Kategori

Thursday, May 5, 2011

MANUSIA AKULAH

MANUSIA AKULAH

Dingin menusuk pergelangan antar celah otakku, aku masih belum bosan di buatnya menari-nari di atas semua yang sudah biasa terjadi dan aku terlihat pasrah, atau bahkan koma untuk sekedar keluar dari jerat lamunanku, aku sekarat. Semua tampak sama di pikiranku, bumbu-bumbu fatamorgana yang berbunga-bunga. Membuatku nyaman di atas perasaan bingung, perasaan terbuang, di antara semua alasan yang sebenaarnya entah benar atau hanya sekedar sesuatu yang terabaikan. Aku tersesat oleh lamunanku yang seolah membelengguku di penjaranya yang aku ciptakan sendiri, sendiri dan aku tak tau jalan keluar, aneh. Kilatan-kilatan kebencian dan penyesalan seolah-olah ingin segera menerkamku, seperti hidangan kuliner yang menunggu untuk disantap. Akankah aku harus berlari dari omong kosong yang telah aku ciptakan sendiri?, atau aku harus diam?, melawan?, aku mereka-rekanya sendiri dan malah membuatnya semakin rumit saja.
Pagi ini di otakku dan entah waktu apa di kehidupan nyata, aku mencoba bangkit, bersemangat, mencoba memulai memrogram ulang perdebatan-perdebatan yang menyiksa otakku. Sekarang waktunya gencatan senjata, dan mengakhiri kekacauan-kekacauan yang mungkin akan aku ciptakan sendiri. Aku bersemangat memulainya walau jujur aku takut.
Selamat datang aku ucapkan padamu, malaikat penyelamat yang aku ciptakan sendiri, aku tak sengaja menciptakanmu di tengah semua ini. Aku mencoba mulai berbicara denganmu seperti para penjajah-penjajh portugis yang belajar berbicara dengan pribumi-pribumi bodoh. “Hai, apa kabar??”, aku berusaha menyapa. Dia hanya diam, seakan–akan tak menganggap keberadaanku, aku jadi bingung. “Hei!!!!!!!”, aku menegur lebih keras, dia tak menjawab, hanya memelototkan matanya ke arahku, semakin membuatku bingung, dasar aneh.
Perasaanku semakin aneh, tak terkendali, dan entah apa ini?. Aku mencoba menerka, bersepekulasi, tapi tetap saja. Tak ada jawaban. Sepertinya ini bukan teori penjumlahan atau bahkan perkalian yang dengan mudah dipecahkan hanya dengan menggerakan jari pada kalkulator. Tidak ini lebih rumit dari teori atom atau bahkan nuklir sekalipun. Terlihat seperti abstrak dan tak terjawab, tapi harus ditemukan, seperti professor bidang teori hidup di dunia lamunanku, kerajaan khayalanku.
Analisis, itulah langkah pertama yang biasa digunakan orang normal untuk memecahkan masalah. Kucoba menganalisa, dan hasilnya adalah klasik. sebuah jawaban yang berakhir tanya. Aku begitu terbelenggu dengan semua ini, aku terlalu silau oleh cahaya penyesalan yang menghinggapiku, bagai sebuah candu yang mendoktrinku. Kekacauan begitu melekat di hatiku, membentuk bulatan besar di hatiku.
Aku coba tegar tekatku, kubulatkan semangatku yang mengapi bagai rona merah yang menyilaukan mataku. Aku coba berjalan tertatih memecahkan ini semua, mencoba menerka segala kemungkinan yang mungkin terlewatkan olehku. Mataku suram oleh ribuan atau bahkan jutaan gang-gang kebencian dan pertanyaan-pertanyaan yang belum pernah kulihat sebelumnya, sebuah karya otak-otak penuh tanya. Tapi aneh, ini semua seperti dejavu kejadian yang coba kupaksakan, begitu angkuh untuk ukuran ilmu dan terlalu indah untuk ukuran teori-teori pesolek yang penuh kebohongan. Aku masih bertanya dalam hati sembari terus berusaha untuk dapat memecahkan bahasa dan tindakan apa yang mampu membuat malaikat penyelamatku menghiraukanku. “Hei!!”, aku terus mencoba menyapa, tapi seolah dia tak mendengar ataupun memang begitu, selalu bisu. Memang benar hidup ini bisu aku bilang, sepi untuk sebuah kata yang disebut hidup. Ah lupakan malaikatku, dia benci aku pikir, atau muak malah mendengar penjelasnku, mungkin. Setelah analisa gagal lalu apa yang harus kuperbuat? Diam?, bisa gila saya. Atau lebaih baik saya coba berbicara dengan angan-angan saya, dari pada mengikuti pendapat-pendapat korban sodomi ilmu-ilmu palsu karya professor yang tak jelas, banyak sih, tapi aku tak percaya. Terlalu bodoh menurutku. Akhirnya aku putuskan berjalan saja, ikuti jalan yang jelas.
Babak baru yang segera kurengguh, hanya untuk mengisi kekosongan hati yang tak harus terisi. Aku coba berspekulasi, memainkan imajinasiku seolah ini nyata bagiku. Aku coba menari sendiri di tengah keagungan dunia yang coba aku ciptakan, membentuk jutaan solusi-solusi yang terlampau mencengangkan, dahsiat!. Apakah ini sebuah teori revolusioner baru teriakku, memekik!!. Atau hanya sebuah karya biadab dan hanya ditertawakan?, biarkan masyarakat-masyarakat yang maha madani yang menjawab, saya lelah. Kita lihat saja, perawan atau janda yang baik, pilihan atau sekedar jawaban yang terbaik, saya tak tau, aku pun tidak paham.
Hahaha…, Anda tentu tercengang, tebak apa makhluk yang coba datang??? Setan!!!, hahaha…., saya tertawa, aku terbahak!!!. Malaikat saja tak menggubris, apa lagi setan. Lalu kenapa dia hadir, datang, menyapa??. Akh…, dasar setan. Tak cukupkah dia dikutuk oleh orang-orang beradab dan macam-macam Tuhan yang mereka banggakan, mereka sembah-sembah, seperti babu saja!, umat kok mbabu!!, memalukan. Sudah sini saja setan, biar kupeluk kau, dari pada dihujat sana-sini, kasian saya, aku melas melihatnya, malu!. Biar disini saja, kita sama-sama terhina, terabaikan. Biarlah waktu yang menunjukkan apa kita salah, apa ayam-ayam di kandang bapak-bapak terhormat itu yang benar, atau domba-domba orang-orang tua itu yang terlampau benar, biarlah. Hujatan itu biasa bagi kita, makhluk-makhluk yang menurut anggapan mereka sampah, tak pantas benar!. Lelah!.
Ayo kita demo setan, ajak teman-teman kamu kalau kamu punya, karena saya tak punya, apalagi aku. Hah.., kamu juga tak punya??? Anakmu kemana setan?? Tak punya?, kalau istrimu aku tak yakin, manusia perempuan saja tak banyak yang menurut, apalagi setan-setan betina yang emansipasinya sudah lebih dari tak terkendali!. Ah.., sudahlah kita berdua saja, masak takut, cacing saja berani melawan mereka, malu dong kalau kita hanya diam. Hahaha aku mengelabuhinya.
Akulah manusia, malaikat kukibuli, dan setan??. Ahhhh kukibuli juga. Aku tertawa sekali lagi. Lebih keras. Keras!!. Tuhan??, dan Tuhan??. Hahahahaha aku tak tahu bahwa dia hadir di diriku. Betapa tidak?, akupun mampu mengelabuhi diriku. Nuraniku. Yang bahkan Tuhan pun tak mampu. Lalu aku terbangun, menjadi diriku sebelum entah kapan lagi aku menyapa hal ini kembali. Menjadi manusia. Lagi.

Malang 23 Oktober 2007.

No comments:

Post a Comment

Yang rajin ditengok rakyat syair :